Resensi Novel (Un) Broken Wings




Judul: (Un)Broken Wings
Penulis: Pia Devina
Penerbit: DIva Press
Genre: Remaja, Drama, Roman
Terbit: Juli 2013
Tebal: 304 Halaman
Harga: Rp 40.000

            Di satu senja, sepuluh tahun yang lalu..
            Mereka bersama..
            Bersama layang-layang yang terbang tinggi di udara..
Mereka berbagi tawa..
Bersama Evan, Anna merasa nyaman. Gadis kecil itu mampu melupakan bagaimana rasanya kesepian dan ketakutan yang selalu mendera hari-harinya. Dengan Evan, yang ia tahu hanya senyum dan tawa yang menghangatkan hatinya. Namun suatu ketika, Evan harus meninggalkan Anna sendirian. Meninggalkannya dengan satu janji yang tersisa. Anna dan Evan berjanji untuk tidak saling melupakan dan berjanji untuk tetap saling menyayangi.
            Sepuluh tahun kemudian, Evan kembali. Dengan segala harap yang ia miliki untuk dapat bersama kembali dengan bidadari kecilnya. Namun, Anna bukan lagi seorang Anna seperti yang dulu ia kenal. Gadis itu beranjak menjadi sesosok gadis yang dingin, yang ingin membalaskan perasaan sakit hatinya untuk Evan. Anna menyalahkan Evan, karena baginya, Evan lah yang membuatnya harus menghadapi segalanya seorang diri, tanpa ada siapapun yang menemaninya. Berbagai cara ia lakukan untuk membalas sakit hatinya. Termasuk meminta Rion, sahabatnya, untuk mendekati Katya, adik Evan satu-satunya yang sangat Evan sayangi. Anna meminta Rion untuk mencampakkan Katya pada akhirnya. Bagi Anna, melalui Katya, Evan akan tahu bagaimana sakitnya ditinggalkan oleh seseorang yang berharga dalam hidupnya. Namun akhirnya, semua hal terjadi di luar kendali mereka. Ada hati yang merasa.. Ada hati juga yang terluka.. Rion dan Katya ikut terseret arus yang tidak mampu terbendung..
Ada empat hati yang patah..
Katya..
Rion..
Evan..
Juga Anna.. yang sesungguhnya tidak sanggup membohongi hatinya sendiri. Hingga Anna bertemu suatu momen yang mengubah jalan yang telah ia ambil.
‘‘ Aku ingin kembali ke masa itu.. ke masa dimana kita bermain layang-layang berdua di bukit..’’
‘‘ Tapi aku tidak mau mengulanginya Anna..’’
‘‘ Kenapa..?’’
‘‘ Karena aku tak ingin melihat kamu kehilangan arah dan suatu saat terjatuh tanpa bisa aku cegah. Aku hanya ingin seperti ini, menggenggam tanganmu, selalu ada di sampingmu, menjadi penunjuk arah, dan memastikan agar kamu tidak akan pernah terjatuh..’’

            Pia Devina, perempuan kelahiran Bandung, 1 Februari 1988 ini berhasil menerbitkan dua buah novel solo di waktu yang hampir bersamaan pada tahun 2013. Setelah novel pertamanya terbit, tepat pada bulan Agustus novel kedua Pia Devina yang berjudul (Un) Broken Wings dicetak untuk pertama kalinya. Yang menarik dari novel ini adalah sebuah fakta bahwa ternyata novel ini merupakan karya pertamanya.
Di salah satu blog, Devina menceritakan alasan mengapa novel ini adalah karya pertamanya namun menjadi novel kedua yang diterbitkannya. Dia mengaku novel ini telah ditulisnya semenjak ia duduk di bangku SMA, sepertinya itulah alasan yang membuat novel ini benar-benar remaja. Namun, karena adanya banyak kekurangan Devina harus bersabar karena naskahnya ditolak oleh beberapa penerbit. Devina tak merasa putus asa akan hal itu, bahkan  itu ia jadikan sebagai penyokong semangatnya untuk terus memperbaiki karyanya agar bisa segera diterbitkan. Hingga akhirnya novelnya diterbitkan oleh  DIVA Press pada tahun 2013 beberapa bulan setelah novel pertamanya terbit.
(Un) Broken wings, judul yang dipilih Pia Devina untuk novel keduanya benar-benar menggambarkan cerita yang akan disajikan di dalam buku. (Un) Broken Wings atau bisa juga diartikan dengan sayap-sayap yang (tidak) patah. Kata Un yang menunjukkan penyangkalan diberikan tanda kurung oleh Devina. Hal ini seakan-akan merujuk kepada sebuah keraguan. Apakah sayap-sayap tersebut benar-benar patah? Atau tidak? Judul ini juga melukiskan bagaimana perasaan Anna selaku tokoh utama. Anna yang merasa ditinggalkan dan sendiri dan hanya perasaan sang tokoh saja yang membenarkan bahwa hal itu terjadi. Padahal, dalam kenyataannya Evan tak pernah berniat meninggalkannya. “......... Maaf..., aku enggak pernah punya maksud untuk ninggalin kamu.....”. (hal.274). Bahkan, setelah sepuluh tahun  berpisah, Evan tetap menyayanginya sama seperti dulu.
Tak hanya judul saja. Sampul novel ini juga sangat sesuai dengan isi. Pada sampul, tergambar seekor burung yang tetap bertengger pada sarangnya disaat burung yang lain terbang bebas. Merujuk pada sosok Anna yang ditinggalkan pergi oleh Evan hingga membuat ia sendiri. Warna jingga pada sampul memperlihatkan senja yang berati hari akan segera berubah gelap. Hal itu menunjukkan masa kelam yang segera menghampiri Anna tatkala ia telah ditinggalkan oleh Evan.
Tampilan dalam juga tak kalah menarik dengan tampilan di luarnya. Setiap bab diawali dengan gambar burung yang berdiri di atas sangkar persis dengan gambar pada sampul. Kertas yang tipis dan juga ringan membuat novel terlihat tidak terlalu tebal dan ringan untuk dibawa. Ini menjadi nilai lebih tersendiri. Karena biasanya ketika pembaca melihat sebuah novel yang terlihat sangat tebal, pembaca akan malas untuk membacanya bahkan mungkin melihatnya saja sudah seperti sebuah beban.
Membaca bagian awal dari novel ini. Akan membuat pembaca merasa penasaran. Ditambah lagi dengan adanya rahasia-rahasia yang belum terpecahkan. Sehingga, ketika pembaca terus membuka lembar demi lembar dan terus membaca. Pembaca seperti mendapatkan sebuah kejutan dengan fakta-fakta yang mulai terungkap.
Alur maju mundur yang digunakan Devina tidak terlalu memberatkan pembaca dalam menyimak isi cerita. Karena Devina selalu mencantumkan penanggalan pada setiap peristiwa. Akan tetapi, alur maju mundur ini justru mampu menjadi kekurangan, bagi pembaca yang tidak terlalu memperhatikan penanggalan yang telah dicantumkan.
Novel karya Pia Devina yang bertemakan remaja ini membuat kalimat di dalamnya tidak terlalu sulit untuk dipahami. Meskipun terdapat beberapa kata-kata asing yang tidak diberikan penjelasan. Seperti kata packing dan warehouse (hal.23). Dan adanya kesalahan penulisan.
Seperti nama Rion yang justru tertulis Evan (hal.82).
Keberadaan kisah percintaan Katya-adik Evan- dan Rion-sahabat Anna-. Bisa membuat fokus pembaca jadi beralih pada kisah mereka berdua karena porsi yang diberikan Devina untuk kisah merasa cukup besar. Meski bagian akhir cerita akan membawa pembaca kembali pada kisah tokoh utama, Anna.
Tak berbeda dengan novel-novel yang lain. Dalam novel ini juga terdapat beberapa karakter tokoh yang bisa dicontoh atau bahkan dihindari.
Karakter yang bisa dicontoh adalah karakter Evan. Evan adalah sosok laki-laki yang penyabar dibuktikan dengan ia yang tidak meneriakkan kata-kata kekecewaannya pada Anna yang telah melupakannya (hal. 120). Mampu menjadi sosok yang bijak di hadapan sang adik (hal.50). Dan mandiri (hal.72).
Karakter tokoh yang tak patut dijadikan contoh adalah beberapa tokoh-masih remaja- yang mengumpat dengan kata-kata yang agak kasar. Pergaulan yang bebas meski masih bisa digolongkan aman. Dan karakter tokoh Anna wanita remaja yang agak kejam.
Meskipun begitu, novel ini bisa dimasukkan ke dalam daftar bacaan para pembaca. Khususnya para remaja yang menjadi sasaran utama novel ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi ''Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya''

Biografi Terence Tao - Manusia dengan IQ Tertinggi Di Dunia Saat Ini